Kopi Kawa, Oleh-oleh Nikmat dari Padang

kopi kawa
Sumber :
  • Eri Naldi

VIVAlife - Nikmatnya segelas kopi, mungkin sudah menjadi hal biasa bagi para pencinta minuman hitam ini. Sederetan kedai kopi pun kian berlomba menawarkan kopi yang mampu meninggalkan kesan di lidah. Kopi pun kemudian diolah dari biji kopi terpilih yang memenuhi standar cita rasa.

Aniaya Pecalang di Bali, Polisi Tangkap Dua Bule Amerika

Namun, apakah Anda pernah membayangkan nikmatnya menyeruput minuman hangat dari daun kopi olahan? Di sejumlah daerah di Sumatera Barat, minuman ini digolongkan dalam keluarga teh. Meskipun terbuat dari daun kopi.

Mereka memberikan label "Kopi Kawa" untuk minuman ini. Terutama di Kabupaten Tanah Datar, Anda akan dengan mudah menemukan sejumlah kedai kopi kawa. Jajaran kedai ini hampir terdapat di sepanjang jalan. Salah satunya, kedai kopi kawa Kiniko di Tabek Patah, Kecamatan Salimpaung. Tepatnya di berada di kilometer 16 jalan raya Batusangkar-Bukittinggi.

Kemenkominfo Gelar Kegiatan Chip In "Menjadi Warga Digital yang Cakap, Beretika dan Berdaya"

Kedai yang berada di belantara Tabek Patah ini menawarkan bermacam minuman kopi gratis bagi pengunjung. Untuk segelas kopi, Anda bisa mencicipinya secara cuma-cuma sambil menikmati indahnya belantara hutan di sekeliling kedai. Ini pasti kabar baik bagi para wisatawan yang melintas di jalan tersebut.

"Minuman kami sediakan secara gratis, jika Anda ingin membawanya pulang sebagai oleh-oleh baru Anda harus membayarnya," ujar Rina Aziz, pemilik kedai dan pabrik kopi Kiniko pada VIVAnews.

Mekanisme Sidang Sengketa Pileg 2024, MK Bagi 3 Panel Hakim

Minuman ini sudah sangat memasyarakat di sana, bahkan sebelum bekerja ke ladang pun, biasanya masyarakat pedesaan menyeruput segelas kawa.

Minuman menjadi popular saat kependudukan Belanda di Sumbar. Kawasan Pasar Tabek Patah sendiri merupakan lokasi perkebunan kopi milik Belanda saat penjajahan. Menurut cerita, seluruh kopi yang dihasilkan dari ladang di Tabek Patah dibawa ke negeri Kincir Angin.  Ini terjadi pada abad ke-19, saat tanam paksa diterapkan Belanda.

Warga yang dipekerjakan di ladang-ladang ini hanya diberi kesempatan untuk bertanam dan menjaganya, tanpa bisa menikmati olahan biji kopi yang justru lebih dikenal di Eropa kala itu. "Karena tak bisa menimati bijinya, petani-petani itu mengolah daunnya untuk  diminum," kata Rina.

Wandi, pembuat kopi di kedai Kiniko menceritakan, pembuatan kopi kawa terkesan tidak membutuhkan keahlian khusus. Daun kopi yang terbilang tua dijepit dan dipanaskan di atas bara untuk mengeringkan.
Daun ini kemudian dimasak dengan air panas, menggunakan wajan tanah. "Ini akan tahan tiga hari, jika sudah berubah warna, daunnya harus diganti dengan yang baru," ujar Wandi.

Cara menyajikannya pun terbilang unik. Tempurung kelapa menjadi alat pengganti gelas untuk menikmati hangatnya kopi kawa. Minuman ini juga memberi kesegaran bagi tubuh, selain itu juga menetralisir lemak.

Tertarik untuk mencoba?

Laporan: Eri Naldi

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya